Rabu, 06 April 2011

Ramai-Ramai Tolak Kerdilkan KPK, Benarkah?


DI USIANYA yang sudah tidak muda lagi, tak menyurutkan semangatnya untuk tetap konsisten perang dalam pemberantasan korupsi. Busyro Muqoddas namanya, pria berambut klimis ini didaulat sebagai ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dia terpilih menggantikan posisi pendahulunya Antasari Azhar yang harus lengser akibat skandal yang menghebohkan publik. Perjuangannya menduduki posisi puncak lembaga antikorupsi itu tidak gampang. Terakhir dia menyingkirkan Bambang Widjojanto, salah satu penggiat antikorupsi yang juga seorang pengacara.

Namun baru beberapa bulan menjabat, Busyro langsung dihantam hembusan isu pelemahan KPK. Isu ini bukanlah pertama kali diterima KPK, sebagai lembaga yang kerap kali menjerat pejabat, pengusaha, dan politisi negeri ini. Isu pelemahan ini seringkali menghadang KPK agar tajinya semakin tumpul. Namun isu pemandulan kewenangan KPK dalam RUU Tipikor juga menjadi tantangan baru bagi Busyro dan KPK.

Kabarnya dalam RUU itu, kewenangan KPK tidak dicantumkan secara jelas. Kekhawatiran tidak hanya membayangi Busyro Cs, publik pun ikut mengkritisi upaya merevisi RUU Tipikor yang diambil dari konvensi PBB tersebut. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut RUU Tipikor bentuk pelemahan KPK, sebab banyak pasal penting yang dihilangkan seperti ancaman hukuman mati bagi koruptor.

Tak hanya itu, KPK juga protes karena tidak dilibatkan dalam perumusan draf RUU tersebut. Menurut Busyro, Pemerintah dan KPK perlu duduk bersama dalam membahas perumusan RUU Tipikor. "Sebaiknya duduk bersama. Pemerintah, KPK, serta stakeholders yang kompeten untuk merumuskan kajian atau naskah akademiknya," ujarnya kepada okezone di Jakarta, baru-baru ini.

Bagi mantan Ketua Komisi Yudisial ini, membuat UU ataupun merevisi bukanlah perkara mudah. Agar semua berjalan lancar, dia menyarankan pemerintah melakukan survei untuk mengetahui suara masyarakat. Saat dibawa ke tahapan lebih jauh masyarakat sudah mengetahui bahwa revisi ada sudah sesuai prosedur.

"Itu perlu kajian sehingga ketika UU itu dibawa ke DPR, masyarakat tahu persis bahwa ini metodenya sudah ditempuh dengan benar. Prosedur demokratisnya ditempuh dengan benar," paparnya.

Dia hanya berharap RUU Tipikor tidak bias dari cita-cita pemberantasan korupsi sesuai janji pemerintah di bawah Presiden SBY. "Ya, poin-poinnya memperkuat peran pemerintah untuk melakukan pencegahan sekaligus pemberantasan korupsi secara simultan, paling besarnya itu," tandasnya.

Pada kesempatan berbeda saat ditemui okezone, Wakil Pimpinan KPK M Jasin berharap tidak ada pelemahan kewenangan KPK. Pria yang gemar memakai peci ini berharap kewenangan KPK disebutkan secara jelas dalam RUU Tipikor. Saat ini, dalam menuntaskan sebuah kasus, KPK mempunyai kewenangan dalam proses hukum sejak penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan. Jika dilemahkan tentu semuanya akan berubah.

"Adanya KPK untuk menghindari proses bolak-balik (berkas). Kalau di KPK proses hukum akan berlangsung dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan. Sementara kalau di lembaga penegak hukum lainnya proses hukum bisa saja ada pengembalian berkas perkara atau dihentikan (SP3)," katanya.

Kata dia, usaha pelemahan pemberantasan korupsi juga nampak di beberapa norma lainnya. Pelapor dugaan tindak pidana korupsi yang bisa dipidanakan juga disayangkan pria berkaca mata ini. "Padahal di UU PBB, pelapor itu juga harus dlindungi. Ini kok malah dipidanakan, sementara advokat tidak bisa di pidanakan. Ini kan pelemahan," ujarnya.

Jasin mengungkapkan penghilangan ancaman hukuman mati bagi koruptor tidak bisa diterima. Dia berharap agar pemerintah mempertimbangkan secara baik jika pasal ini dihilangkan. "Pasal 2 ayat 2 UU Nomor 31, bunyinya apabila korupsi dilakukan dalam krisis ekonomi dan bencana alam, koruptor dapat dituntut hukuman mati," terangnya.
Seraya melangkah dia juga menyesalkan sikap arogansi Kementerian Hukum dan HAM yang tidak melibatkan KPK dalam perumusan RUU Tipikor.

Sementara itu para wakil rakyat di Senayan berjanji akan menolak tegas draf revisi RUU Tipikor jika memang dalam pengesahannya ditemukan sejumlah norma yang akan menghancurkan cita-cita pemberantasan korupsi. Seperti dituturkan Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di DPR Tjatur Sapto Edy, tegas akan menolak klausul yang melemahkan pemberantasan korupsi dalam RUU Tipikor. "Fraksi PAN tentu berpihak pada pemberantasan korupsi. Tidak akan ada upaya melemahkan pemberantasan korupsi," kata Tjatur.

Malam telah larut, Pria mungil ini juga mengaku belum mengetahui detil. Pasalnya, draf RUU Tipikor belum masuk ke meja anggota dewan. "Termasuk RUU KPK inisiatif dewan belum dibuat. Apa yang mau dibahas?" tanyanya.

Pada kesempatan berbeda, politisi Partai Demokrat yang duduk sebagai Ketua Komisi III DPR Benny K Harman pun menjamin tidak akan ada upaya pelemahan UU Tipikor seperti yang disebutkan ICW. Dengan lugas dia mengatakan, yang didorong justru penguatan kewenangan KPK.

"Tidak ada agenda pemerintah dan DPR untuk mengkerdilkan KPK, yang kita dorong adalah penguatan peran KPK dengan tetap memperhatikan aspek keadilan dan kepastian hukum," tandasnya.

Dikatakan Benny, berbagai upaya perbaikan UU Tipikor dilakukan tentu mempunyai alasan yang jelas. Perbaikan sistem diharapkan agar bisa lebih menguatkan pemberantasan korupsi. Peran masyarakat dalam mengawasi perubahan UU Tipikor juga diharapkannya. "Perlu masukan dari masyarakat, perlu pembahasan dan pematangan, setiap pasal pasti ada reasoning-nya, ada argumennya. Kalau ada yang kontra silakan," katanya.

Tak jauh berbeda dengan Benny, anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi Hanura Syarifuddin Suding mengaku belum mengetahui isi jelas RUU Tipikor. Walau begitu, kata Suding, bila di kemudian hari ditemukan sejumlah pelemahan dalam RUU Tipikor, Fraksi Hanura tegas menolak. "Saya belum tahu detilnya, drafnya saja belum baca. Yang pasti Hanura komitmen berada di garis terdepan pemberantasan korupsi," ujarnya.

Menurut dia, revisi kedua undang-undang tersebut dimaksudkan untuk mensinergikan pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK, Kejaksaan dan Kepolisian. Supaya tidak tumpang tindih aturan hukumnya. "Revisi UU Tipikor dan KPK, jangan terburu-buru dianggap melemahkan KPK. Kita malah maunya diperkuat," ungkap Suding.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More