Sabtu, 09 April 2011

Hari Nelayan, Budayakan Gemar Makan Ikan!

Bukan lautan hanya kolam susu.
Kail dan jala cukup menghidupimu.
Tiada badai tiada topan kau temui.
Ikan dan udang menghampiri dirimu.

Lagu Koes Plus yang cukup tenar tersebut mengingatkan pada kehidupan orang-orang yang mata pencahariannya menangkap atau sering disebut dengan nelayan. Mungkin sedikit orang yang mengetahui jika 6 April diperingati sebagai Hari Nelayan. Hari Nelayan ini barangkali menjadi waktu yang tepat bagi kita untuk sekedar berempati dengan nasib para nelayan yang hingga saat ini masih termarginalkan

Di negara yang lautannya tiga kali lebih luas dari daratannya, seharusnya nelayan Indonesia hidup sejahtera. Belum lagi kekayaan berupa ikan atau hasil laut lainnya yang berada di lautan Indonesia sangat besar. Pantaslah jika kemudian Koes Plus menyebutnya kolam susu.

Ironisnya, nelayan di negara kita masih banyak yang tergolong miskin. Departemen Perikanan mencatat, beberapa faktor penyebab kemiskinan nelayan yaitu rendahnya teknologi penangkapan, kecilnya skala usaha, belum efisiensinya sistem pemasaran hasil ikan, dan status nelayan yang sebagian besar adalah buruh.

Jika nelayan kita dibandingkan dengan nelayan di negara maju seperti Jepang sepertinya masih kalah jauh. Meski laut mereka tidak seluas laut Indonesia, mereka bisa maju karena ada dukungan yang optimal dari pemerintah. Teknologi penangkapan yang dipergunakan cukup canggih, dan satu lagi, masyarakat Jepang memiliki kegemaran makan ikan.

Membantu kesejahteraan nelayan Indonesia bukanlah hal yang sulit. Salah satu cara mudah yang bisa dlakukan masyarakat untuk menaikkan taraf hidup nelayan adalah dengan gemar makan ikan. Protein yang terkandung pada ikan lebih tinggi daripada yang tekandung pada daging ayam, sapi, dah hewan darat lainnya. Kandungan omega 3, 6, dan 9 pada ikan meningkatkan tumbuh kembang bayi, balita lebih aktif dan cerdas serta membuat daya tahan tubuh lebih kuat.

Konsumsi ikan nasional di akhir tahun 2010 mencapai 30,47 kg per kapita per tahun, meningkat dibandingkan pada 2009 yang 29,08 kg per kapita per tahun. Sedangkan standar FAO adalah 30 kg per kapita per tahun. Namun jika dibandingkan dengan negara maju lainnya kita masih jauh tertinggal. Sebagai contoh, konsumsi ikan di Jepang 110 kg per kapita per tahun, Korea Selatan 85 kg per kapita per tahun, dan Malaysia 45 kg per kapita per tahun.

Semakin tinggi tingkat konsumsi ikan tentunya akan semakin tinggi pula produktivitas ikan sehingga akan memacu nelayan untuk menaikkan nilai produktivitasnya. Cukup ironis memang masyarakat kita lebih suka makan daging darat dibanding ikan. Namun usaha untuk mengampanyekan budaya makan ikan setidaknya bisa mulai mengubah pola makan masyarakat kita.

Mari kita galakkan “Germani”, Gerakan Makan Ikan, untuk kesehatan dan kecerdasan bangsa dan tentunya untuk membantu nelayan kita.

Ridwan Kharis

Mahasiswa Teknik Mesin UGM
Pegiat Forum Lingkar Pena Yogyakarta
Peserta PPSDMS Nurul Fikri

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More